• Jelajahi

    Copyright © antena.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan Pemda




    ALAM Minta BPK Audit Dana Cost Recovery Produksi Migas di Laut Anambas Natuna

    21/10/24, 22:50 WIB Last Updated 2024-10-21T15:50:44Z
    masukkan script iklan disini


    Ketua Aliansi Anambas Menggugat, Abdul Razak (dua dari kiri), Kepala Divisi Kajian Strategis Aliansi Anambas Menggugat, Eko Pratama (satu dari kiri). (foto: antena.id).


    Anambas, antena.id - Aliansi Anambas Menggugat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kembali mengaudit dana Cost Recovery PT. Medco E&P Natuna Ltd, kontraktor kontrak kerjasama di wilayah kerja South Natuna Sea Blok B yang sudah cukup lama berproduksi.


    Kepala Divisi Kajian Strategis Aliansi Anambas Menggugat, Eko Pratama, mengutarakan sebagaimana yang kita ketahui kontrak bagi hasil atau production sharing contract (PSC) di Blok B Natuna skemanya adalah Cost Recovery yang artinya seluruh biaya yang dikeluarkan oleh KKKS untuk melaksanakan aktivitas produksi migas diclaim ke negara.

    Menurutnya, pihaknya menduga banyak permainan gelap yang dilakukan oleh PT. Medco E&P Natuna dalam aktivitas produksi migas di Blok tersebut.

    Sementara itu, Eko Pratama, menyebut pada
    pada saat diadakannya forum dengan KKKS West Natuna Consorsium, SKK Migas Sumbagut dan Pemerintah Daearah Kabupaten Kepulauan Anambas pada tanggal 3 Oktober 2024 lalu, pihaknya sempat menanyakan tentang CSR ke pihak Medco E&P Natuna dan Perwakilan SKK Migas dalam item yang di Cost Recoverykan.

    "Namun mereka enggan menjawab, bahkan kami juga meminta langsung data program CSR apa saja yang pernah diberikan kepada masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas serta pagu anggarannya," ucap, Kepala Divisi Kajian Strategis Aliansi Anambas Menggugat, Eko Pratama di Jakarta kepada antena.id, Senin, 21 Oktober 2024.

    Sementara itu, kata dia, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas pun sudah pernah meminta data itu kepada Medco E&P Natuna dan SKK Migas Sumbagut. "Namun hingga hari ini belum juga diberikan," kata Eko.

    Selain itu, terkait tenaga kerja yang tidak membutuhkan keahlian khusus saja, kata Eko, Medco E&P Natuna dan seluruh sub kontraktornya mendatangkan pekerja dari Jakarta.

    "Yang artinya membutuhkan cost yang tinggi, harus sewa pesawat saat change crew, menyediakan tempat transit crew dan lain-lain yang sebenarnya apabila bisa diisi oleh tenaga kerja yang berasal dari daerah penghasil, costnya akan jauh lebih rendah," terangnya.

    Oleh karena itu, ia mengatakan, masyarakat Anambas bukannya tidak masuk kualifikasi kerja, banyak juga yang mempunyai sertifikat, bahkan ada yang dulunya dikuliahkan oleh ConocoPhilips dan bersertifikat, akan tetapi mereka kenyataannya sulit mengakses kerja di Medco E&P Natuna dan subkonnya.

    "Wajar saja Medco E&P Natuna lakukan hal seperti itu, karna skema kontrak bagi hasilnya cost recovery, berapapun cost produksinya negara yang tanggung biayanya, praktik semacam ini berpeluang untuk dikorupsi, maka dari itu kami minta BPK untuk segera mengauditnya," tegas, Eko Pratama.

    Lebih lanjut, dia meminta agar pernyataan ini bisa memacu insting BPK agar teliti mengaudit dana Cost Recovery Medco E&P Natuna dan apabila terdapat penyelewengan kami harap penegak hukum bisa segera mengambil tindakan.

    “Kami gambarkan hal sederhana seperti ini, agar BPK punya gambaran, kami sebagai rakyat biasa saja bisa melihat secara gamblang bahwa tampak disini ada permainan, kami yakin BPK dengan segala instrumen yang dimilikinya bisa membaca kejanggalan tersebut, semoga pernyataan ini bisa memacu insting BPK," ucapnya.

    Sementara itu, Eko Pratama, mengutarakan bahwa pada tahun 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga sudah pernah mengaudit dana Cost Recovery Medco E&P Natuna dan ada temuan US$ 20 juta kelebihan nilai Cost Recovery yang melebihi ambang batas ketentuan.

    "Tapi sayangnya satuan kerja khusus migas (SKK Migas) tidak menindaklanjuti secara serius temuan tersebut. Kita tidak ingin negara dirugikan atas praktik-praktik tersebut, oleh sebab itu kita minta keseriusan pemerintah dan kami mengajak kepada seluruh daerah penghasil migas untuk kritis dan peka terhadap issue migas yang berkembang di dearah masing-masing," terangnya.

    Selain itu, menurutnya, industri hulu migas tersebut rawan terjadi praktik kecurangan dan sering luput dari perhatian publik, tentunya Aliansi Anambas Menggugat akan selalu konsisten mengawal jalannya ekplorasi dan ekspoloitasi migas di wilayah kerja yang ada di laut Anambas Natuna.

    (Fai)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini