masukkan script iklan disini
Sejak reformasi 1998, korupsi di tanah air semakin menjadi-jadi. Tidak sedikit pejabat negara dan daerah berurusan dengan lembaga anti rasuah pasca reformasi. Di samping Kepolisian dan Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadir sebagai lembaga pemburu koruptor dari tingkat bawah hingga lapisan elit di tatanan kekuasaan.
Kehadiran KPK sebagai lembaga khusus anti korupsi ini dapat memberikan semangat baru bagi Kepolisan dan Kejaksaan dalam hal melaksanakan perannya menjawab tindak pidana korupsi. Ya, setidaknya mereka saling bersinergi mengejar prestasi dalam memburu para maling uang negara.
Contohnya saja dalam memperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) tepat pada tanggal 9 Desember, pihak Kejaksaan Negeri Natuna di Tarempa telah merilis beberapa kasus korupsi yang sudah inkrah maupun yang sedang dalam proses penyelidikan. Rilis laporan perkara dari kejaksaan dalam satu tahun itu pun telah banyak diliput media, bahkan dibagikan di beberapa group media sosial.
Dikutip dari zonasidik.com, Kacabjari, Roy Huffington Harahap memaparkan beberapa penanganan perkara dalam kurun waktu satu tahun berjalan.
“Untuk penanganan perkara Tindak Pidana Khusus, Penyidik Cabjari Natuna di Tarempa telah melakukan penyidikan sebanyak 2 perkara dengan keterangan 1 perkara telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan 1 perkara sedang dalam proses penyidikan,” sebut Roy.
Laporan prestasi perkara Tipikor di Kabupaten Kepulauan Anambas itu antara lain perkara Tipikor Desa Tarempa Barat Daya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Pinang. Sementara itu, perkara Tipikor yang sedang dalam proses penyidikan tersebut ialah perkara dugaan tindak pidana korupsi pada dana hibah Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) tahun anggaran 2020.
Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) pada tanggal 9 Desember ini menjadi momen para lembaga penegak hukum menyampaikan kepada publik prestasi apa saja yang telah dicapai pihaknya.
Sementara itu, untuk kasus Tipikor dari pihak Kepolisian Resor Kepulauan Anambas belum merilis laporannya secara resmi kepada publik. Ya mungkin mereka tidak memanfaatkan momen ini atau mereka menunggu waktu yang tepat mengumumkan prestasi kasus Tipikor yang lama ditunggu-tunggu publik.
Yang tenggelam di Hakordia
Pada momentum Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) ini setidaknya ada beberapa pertanyaan soal dugaan perbuatan korupsi di Kabupaten Kepulauan Anambas yang belum terjawab. Bahkan prosesnya ada yang telah lebih dari setengah dekade.
Seperti diberitakan media online sijoritoday pada Kamis (15/08/2019), Kabid Humas Polda Kepri, Kombes Pol S Erlangga, mengatakan pihak Polda Kepri sudah memeriksa 32 orang saksi untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi proyek SPAM IKK Siantan, Kabupaten Kepulauan Anambas. Diketahui, proyek tersebut menghabiskan uang rakyat sebesar 28 miliar.
"Kasus masih berjalan dan berlanjut pada tahap lidik, penyidik masih mengumpulkan alat bukti dengan lakukan riksa kepada 32 saksi,” ucap Erlangga kala itu.
Kasus ini mencuat ke publik pada tahun 2016 silam. Saat itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ICTI-Ngo Kepri pada tahun 2016 melaporkan dugaan korupsi SPAM di Anambas ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Erlangga mengatakan, sekitar 15 saksi dari Pemda Anambas sudah dipanggil untuk dimintai keterangannya. “Kasus bukan diambil alih, tapi dari hasil lidik Ditreskrimsus Polda Kepri sendiri, dari tahun 2019,” jelas Erlangga
Proyek SPAM yang diprakasai Dinas PU pada 7 tahun lalu ini menyeret beberapa nama pejabat daerah Kabupaten Kepulauan Anambas, bahkan nama-nama tersebut telah diperiksa oleh penyidik Polda Kepri.
Beberapa nama tersebut diantaranya, Sahtiar sebagai kepala Dinas PU Kabupaten Kepulauan Anambas yang kini menduduki jabatan Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas. Kemudian, Rony Pranata, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Anambas kala
itu.
Pekerjaan proyek SPAM milik masyarakat Kabupaten Kepulauan Anambas ini dilaksanakan oleh PT.Nirwana Jaya sejati dan M. Najib selaku Direktur, berdasarkan dokumen kontrak, surat perjanjian, nomor 01.MY/SP-GB/SPM/DPU-CK/IX/2014.
Selain dugaan korupsi proyek SPAM yang sudah sampai ke tangan penegak hukum, kasus dugaan korupsi pengadaan bibit ternak pada tahun 2013 tidak kalah menarik dan kasus ini tenggelam begitu saja.
Seperti diberitakan media ini pada, Kamis, (30/10/14) proyek pengadaan bibit ternak sapi ini dimenangkan oleh, CV.Intan Permata pada tanggal 23 September 2013 dengan penawaran sebesar 1.722 miliar. Adapun jumlah pengadaan dari proyek tersebut sebanyak 84 ekor sapi dan 252 kambing.
Dugaan korupsi ini juga menyeret nama pejabat daerah. Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Tarempa Erwin Iskandar.SH, kepada media di ruang kerjanya mengatakan, Direktur Perusahan CV.Intan Permata sampai saat ini masih status sebagai saksi.
“Hasnidar Direktur CV. Intan Permata pernah kita panggil pada bulan Agustus lalu untuk dimintai keterangan sebagai saksi,” ungkap Erwin, Rabu 29 Oktober kala itu.
Selain sebagai Direktur CV. Intan Permata dalam proyek itu, Hasnidar juga menjabat anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Anambas periode 2014-2019. Hasnidar juga saat ini berhasil menduduki kursi ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Anambas periode 2019-2024 melalui Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ir.Asri Anamarta(48) sebagai Kepala Bidang peternakan, sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaaan bibit ternak oleh Kejaksaan Cabang Negeri Tarempa pada tanggal 1 Oktober 2014 lalu.
Dari beberapa dugaan tindak pidana korupsi di Kabupaten Kepulauan Anambas yang telah diproses oleh penegak hukum sekiranya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Jika alat bukti telah cukup, baiknya segera diproses ke pengadilan agar terpenuhinya kepastian hukum. Seandainya peristiwa tersebut tidak ditemukan adanya perbuatan tindak pidana korupsi, sudah seharusnya dihentikan dan disampaikan kepada publik agar nama mereka dapat dipulihkan kembali.
Membiarkan kasus ini berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum, tentunya akan membawa preseden buruk bagi kemajuan Kabupaten Kepulauan Anambas. Apalagi saat ini Kabupaten Kepulauan Anambas sedang berjuang bersama Kabupaten Natuna untuk memisahkan diri dari Provinsi Kepulauan Riau yang memerlukan dukungan dan kepercayaan masyarakat hingga pemerintah pusat.
Penulis Pemred Metrosidik (Fitra)